Hotline Layanan Cegah Bunuh Diri Hadir di Bali
Masa pandemi yang berkepanjangan telah menyebabkan peningkatan jumlah orang yang mengalami depresi. Untuk mencegah mereka memilih jalan bunuh diri, kini di Bali hadir layanan helpline atau saluran bantuan pencegahan bunuh diri.
“Layanan ini bisa diakses secara gratis selama 24 jam oleh siapapun.,” ungkap I Gusti Rai Putra Wiguna, Pembina Yayasan Bali Bersama Bisa yang menginisiasi layanan ini, Jumat (9/4/2021)
Nama layananannya adalah LISA singkatan dari Love Inside Suicide Awarness yang tersedia pada nomor 0811385 5472. Nantinya pelayanan itu akan dihubungkan dengan nomor layanan darurat Pemerintah Kota Denpasar 112 untuk memberikan pertolongan pertama bagi orang yang memiliki pikiran untuk bunuh diri.
BISA diinisiasi oleh Jaringan Bali Bersama Bisa, dimana terdiri atas 11 LSM di Bali, diantaranya yakni Komunitas Teman Baik, Movement of Recovery Project, Malamadre Foundation, Yayasan Spirit Paramacitta, Love and Strong Woman, KOSTRA Bali, GSHR Udayana, Yayasan Gaya Dewata, Crisis Kitchen Bali, Komunitas Bipolar Bali, dan Rumah Berdaya KPSI Bali.
“Pemilihan nama LISA terinspirasi dari partner Bali Bersama Bisa, seorang expatriat yang lari ke Bali dan meninggal karena bunuh diri,” jelasnya.
Tingkat Depresi Makin Tinggi, Hotline Layanan Cegah Bunuh Diri Hadir di Bali.
Rai menjelaskan, pandemi COVID-19 tak hanya menimbulkan dampak ekonomi, tapi juga kesehatan mental. “Kami ingin membangun kesadaran bahwa kesehatan mental sangat penting dan memang diperlukan,” tambahnya.
Isu kesehatan mental yang ia dan kawan-kawan lainnya perjuangkan merupakan hal penting yang tidak bisa dilepaskan dari berbagai dimensi kehidupan. “Menurut data WHO di masa pandemi COVID-19, sebanyak 93 % layanan kesehatan mental di seluruh dunia terhenti , sementara kebutuhan masyarakat untuk mendapat layanan tersebut terus meningkat,” ungkapnya.
Di Indonesia sebelum pandemi COVID-19 jelas Rai, 6 persen penduduk Indonesia mengalami gangguan mental emosional. Namun yang ditangani dari jumlah itu hanya sebanyak 9 persen. Padahal banyak orang yang tidak bekerja dan produktivitasnya buruk, seharusnya mendapatkan penanganan.
“Artinya remaja, katakanlah gangguan cemas dan gangguan depresi untuk usia di atas 18 tahun itu 6 persen,” jelasnya.
Beberapa gejala depresi yang biasanya timbul, di antaranya hilang minat dan kegembiraan, energi yang menurun sehingga cepat lelah dan mudah larut dalam kesedihan. Ditambah yang lainnya, misalkan merasa masa depan suram, perubahan pola makan, dan gangguan tidur. Angka bunuh diri terbesar dilakukan saat yang bersangkutan mengalami gangguan tidur.
Sementara itu, bedasarkan data yang dihimpun oleh Pakar kesehatan jiwa di Bali, Prof dr Luh Ketut Suryani, mencatat ada 65 kasus bunuh diri yang terjadi di Bali sepanjang tahun 2020. Menurut Suryani, bunuh diri yang terjadi dilatari oleh beragam latar belakang. Mulai dari tekanan ekonomi, penyakit yang tak kunjung sembuh, masalah asmara, hingga terbelit kasus korupsi.
Program BISA sendiri hadir guna menjembatani kebutuhan layanan kesehatan mental masyarakat yang inklusif. Layanan ini tersedia dalam dua bahasa, Indonesia dan Inggris.
“Setiap telepon yang masuk akan kami rekam, mereka yang butuh layanan kami datangi dan lakukan pendampingan. Kami mempunyai 35 relawan termasuk di dalamnya profesional kesehatan jiwa yang siap-sedia membantu masyarakat baik lokal maupun asing,” jelas Rai Putra Wiguna
Nantinya pihaknya akan bekerja sama dengan perhimpunan-perhimpunan psikolog dan psikiater yang ada di Bali untuk bersama-sama memperkuat layanan kesehatan mental bagi masyarakat.